Selamat Datang!!

Selamat Datang!!!

Senin, 20 Juni 2011

berpikir kreatif dan kreativitas



Solso menjelaskan bahwa berpikir kreatif merupakan aktivitas kognitif yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam menghadapi masalah. Sedangkan Evans menyebutkan bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan membuat kombinasi baru berdasarkan konsep-konsep yang sudah ada, selain juga kemampuan menemukan hubungan-hubungan baru dan memandang sesuatu menurut perspektif yang baru.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa produk dari berpikir kreatif adalah sesuatu yang baru dan kompleks. Baru yang dimaksud bukan hanya dari yang tidak ada menjadi ada, tetapi juga kombinasi baru dari sesuatu yang sudah ada.
Dewasa ini, berpikir kreatif sangatlah diperlukan oleh setiap manusia, adapun alasan mengapa diperlukannya berpikir kreatif adalah sebagai berikut: Pertama, era globalisasi yang ditandai dengan cepatnya perubahan diberbagai bidang kehidupan memerlukan manusia yang cepat mampu beradaptasi atau mereorientasikan hidupnya sejalan dengan perubahan yang terjadi. Kedua, pembangunan yang sedang dilaksanakan di tanah air kita dalam berbagai bidang memerlukan manusia yang tangguh dan kreatif, karena selain kita harus menghadapi berbagai kemajuan yang telah dicapai oleh bangsa lain, kita pun tentu berkeinginan untuk menjadi pioner dalam berbagai kemajuan yang mungkin diraih manusia dikemudian hari. Ketiga, program “pengentasan kemiskinan” bukan dipecahkan dengan hanya sekedar memberi pekerjaan atau tunjangan sosial melainkan bagaimana “ Sumber Daya Manusia” yang ada berusaha dibina untuk secara mandiri memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Keempat, dalam kaitan dengan sains dan teknologi yang demikian cepat, tanpa kreativitas yang memadai maka sains dan teknologi yang berkembang itu hanya menjadi pertunjukan yang akan terus berlalu satu demi satu tanpa bisa turut mewarnai pesatnya perkembangan IPTEK itu.
Pemecahan masalah adalah usaha untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Hudojo menjelaskan pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Evans mendefinisikan pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan atau pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju situasi yang diharapkan (future state/desire/goal).
Berdasarkan uraian mengenai pemecahan masalah di atas, dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah adalah usaha untuk mencari solusi atau jalan keluar dalam menyelesaikan suatu masalah.
Terdapat beberapa tahapan dalam menyelesaikan suatu masalah. Ellis dan Hunt menyebutkan beberapa tahapan pemecahan masalah sebagai berikut:
1.      Pemahaman masalah
2.      Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan dan memilih salah satu dari hipotesis-hipotesis itu.
3.      Menguji hipotesis yang dipilih dan mengevaluasi hasilnya
Polya menyarankan empat macam langkah dalam pemecahan masalah yaitu:
1.      Memahami masalah, meliputi aktivitas: mengidentifikasi yang diketahui, mengidentifikasi data yang relevan, mengidentifikasi apa yang ditanyakan.
2.      Membuat rencana penyelesaian, meliputi aktivitas pemilihan strategi yang akan digunakan dalam pemecahan masalah.
3.      Pelaksanaan rencana, meliputi pengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah.
4.      Memeriksa kembali, meliputi kegiatan melihat kembali apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai dengan apa yang diketahui dan ditanyakan.
Pemecahan masalah dapat diajarkan seorang guru kepada siswa. Mengajarkan pemecahan masalah berarti usaha guru untuk membangkitkan siswa agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan membimbing siswa menemukan pemecahan dari permasalahan tersebut. Pemecahan masalah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pada umumnya masalah fisika yang dibuat oleh guru hanya menuntut kemampuan prosedural dari siswa. Guru menyajikan masalah berpedoman dari buku. Masalah yang terdapat dalam buku pada umumnya adalah masalah yang hanya mempunyai satu jawaban benar. Jarang sekali ditemukan masalah fisika yang menuntut penyelesaian berbeda atau prosedur berbeda.
Guru menganggap bahwa fisika adalah produk “instan” yang siap untuk “dituangkan” ke pikiran siswa. Dalam pembelajaran fisika, konsep fisika adalah suatu proses yang dilalui siswa, seakan-akan siswa menemukan sendiri konsep fisika tersebut. Agar pembelajaran menjadi bermakna, siswa harus dianggap atau berperan sebagai subjek, artinya siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang mereka pelajari. Selain itu, siswa juga harus diberi kesempatan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda (berpikir alternatif) atau dilatih untuk berpikir kreatif. Salah satu alternatif yang dapat dipilih guru untuk meningkatkan kreativitas siswa adalah dengan pemecahan masalah terbuka (open ended), karena masalah terbuka (open ended) memiliki hubungan yang dekat dengan kreativitas. Anderson memandang kreativitas sebagai suatu proses berpikir. Adapun jenis berpikir yang mencerminkan keativitas adalah tergolong jenis berpikir divergen (divergent thinking) seperti yang dikemukakan Yelon “ An important ingredient in creativity is divergent thinking.” Guilford menerangkan bahwa divergent is characterized by producing wide variety of alternative solutions, each of which is logically possible. Sedangkan Utami Munandar merumuskan bahwa kreativitas (berpikir kreatif/ berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia dan menemukan kemungkinan banyak jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Jadi kemampuan berpikir divergen akan meningkat jika siswa diberi pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang bersifat terbuka yaitu pertanyaan atau soal yang mempunyai cara penyelesaian atau jawaban tidak tunggal.
Berbicara tentang berpikir kreatif tentu tidak terlepas dari apa yang disebut dengan kreativitas. Menurut Murdock dan Puccio (2001), istilah berpikir kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik, namun kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan kondusif untuk berlangsungnya berpikir kreatif.
Menurut Munandar (1999), berpikir kreatif adalah kemampuan – berdasarkan data atau informasi yang tersedia- menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang, tentunya dengan memperhatikan mutu atau kualitas dari jawaban tersebut. Secara operasional, Munandar mengemukakan; berpikir kreatif merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan dan kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi.
Tabel 1 Aspek Kemampuan Berpikir Kreatif (KBK)
Aspek  KBK
        Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif
Fluency
a. Menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan;
b. Lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya;
c. Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi.
Flexibility
a. Memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah;
b. Jika diberi suatu masalah biasanya memikirkan bermacam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya;
c. Menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda.
Originality
a. Setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menyelesaikan yang baru
Elaboration
a. Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah langkah yang terperinci
b. Mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain;
c. Mencoba/menguji detail-detail untuk melihat arah yang akan ditempuh;
Berpikir kreatif berkaitan dengan berfikir divergen dan berfikir orisinal. Berfikir kreatif dapat digambarkan sebagai bentuk kombinasi baru dari ide-ide untuk memenuhi suatu kebutuhan atau sebagai berfikir dengan cara memproduksi hasil yang orisinal dan tepat. Sesuatu dapat menjadi orisinal bagi seseorang, dan tidak harus original untuk semua orang (Lang dan Evans, D. N. 2006). Kata “orisinal” dalam kaitan dengan kreativitas tidak perlu diartikan sesuatu yang benar-benar baru (sebelumnya belum pernah ada), tetapi dapat saja hasil ciptaannya itu merupakan kombinasi dari apa-apa yang telah ada sebelumnya. Atau mungkin pula sesuatu yang baru itu hanya baru bagi orang tersebut, jadi mungkin saja bagi orang lain bukan hal yang baru (Anderson, 1970, dalam Wahidin, 2009).
Berpikir kreatif memuat aspek kognitif  (aptitude), afektif (nonaptitude) dan metakognitif. Williams, (1980, dalam Killen, R, 1998), mengemukakan delapan prilaku siswa berkaitan dengan berpikir kreatif. Empat diantaranya berhubungan dengan aspek kognitif yaitu; keterampilan berpikir lancar (fluency), keterampilan berpikir luwes (flexibility), keterampilan berpikir orisinil (originality), dan keterampilan mengelaborasi (elaboration). Empat lagi berhubungan dengan aspek afektif, yaitu; mau mengambila resiko (Risk taking), senang dengan kompleksitas (complexity), memiliki rasa ingin tahu (curiosity), dan suka berimajinasi (imajination).
Keterampilan berpikir lancar (fluency), yaitu kemampuan untuk mencetuskan banyak ide, hasil, dan respon. Keterampilan berpikir luwes (flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang berbeda, membangun berbagai gagasan, mampu merubah-ubah arah pemikiran atau pendekatan, dan menyesuaikan dengan situasi yang baru. Keterampilan berpikir orisinil (originality) yaitu kemampuan untuk membangun sesuatu yang baru, yang tidak biasa, ide-ide cerdas yang berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah. Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.  Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.
Mau mengambil resiko (Risk taking), maksudnya siap menerima kegagalan dan kritikan, berani melakukan tebakan, dan berani mempertahankan ide-ide sendiri. Senang dengan kompleksitas (complexity), maksudnya mencoba berbagai alternative, membawa persoalan ke luar dari kerumitan, dan menyelidiki ke dalam permasalahan atau gagasan-gagasan yang kompleks. Rasa ingin tahu (curiosity), maksudnya kemauan untuk memiliki rasa ingin tahu dan yang mengherankan (aneh), suka mengotak-atik ide, suka terhadap situasi  yang menimbulkan teka-teki. Suka berimajinasi (imajination), maksudnya mempunyai daya untuk memvisualisasikan dan membangun mental images (bayangan-bayangan mental) dan  menjangkau di luar batasan-batasan riil atau sensual.
Kemudian Munandar (1999) menambahkan point kelima dari aspek kognitif  (aptitude) dengan keterampilan menilai (evaluation), yaitu kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi. Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana. Untuk aspek afektif (nonaptitude), Munandar menambahkan dengan sifat menghargai, seperti: menghargai kesempatan-kesempatan yang diberikan; menghargai makna orang lain; menghargai hak-hak sendiri dan hak-hak orang lain; dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar